Banda Aceh – Di tengah situasi darurat bencana yang melanda sejumlah wilayah Aceh, Walikota Banda Aceh, Illiza Saaduddin Djamal, menyampaikan pesan tegas namun menyejukkan terkait dinamika penanganan bantuan dan peran para relawan. Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam pertemuan resmi antara Pemerintah Aceh dan Komisi VIII DPR RI di Kantor Gubernur Aceh, Rabu siang, 10 Desember 2025, yang membahas berbagai persoalan krusial di lapangan.
Illiza mengawali penyampaiannya dengan mengingatkan bahwa dalam masa krisis, yang paling dibutuhkan masyarakat adalah kepedulian tanpa syarat—kerja-kerja kemanusiaan yang lahir dari hati, bukan sekadar prosedur administratif. Menurutnya, relawan, komunitas, dan para penggalang donasi merupakan kekuatan yang justru mempercepat pemulihan daerah saat bencana melanda.
“Mereka adalah tangan-tangan yang membantu kita bangkit lebih cepat. Mereka hadir bukan untuk mencari nama, tapi untuk meringankan beban saudara-saudara kita yang sedang teruji,” ujar Illiza di hadapan pimpinan Komisi VIII dan pejabat Pemerintah Aceh.
Namun, Illiza turut menyuarakan keresahan publik mengenai munculnya berbagai pernyataan atau aturan yang dinilai membuat relawan dan donatur merasa takut atau ragu turun membantu. Ia menilai, narasi yang bersifat mengancam atau membatasi ruang gerak relawan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap semangat gotong royong yang selama ini menjadi kekuatan masyarakat Aceh.
“Para relawan dan komunitas itu seharusnya dirangkul, bukan dipersulit. Apalagi jika sampai ada statement yang membuat mereka merasa ditakut-takuti. Aceh tidak butuh keresahan baru, Aceh butuh kebersamaan,” tegasnya.
Illiza menegaskan bahwa ia memahami pentingnya akuntabilitas, terutama terkait alur bantuan dan distribusi logistik. Namun, ia meminta agar kebijakan yang diambil pemerintah tetap mempertimbangkan ruang gerak yang fleksibel bagi para penggerak kemanusiaan.
“Transparansi itu penting, tetapi jangan sampai aturan yang dibuat justru mematikan semangat solidaritas. Kita perlu kebijakan yang bijak—yang menjaga akuntabilitas namun tidak menghentikan aliran bantuan dari orang-orang baik,” lanjutnya.
Pertemuan tersebut berlangsung hangat dengan sejumlah catatan kritis dari berbagai pihak terkait kondisi Aceh yang masih membutuhkan dukungan besar, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, relawan, maupun masyarakat luas. Illiza berharap diskusi itu menjadi momentum kelahiran kebijakan yang lebih ramah terhadap aksi kemanusiaan.
“Insya Allah, dengan kebersamaan, doa, dan niat baik, kita bisa menemukan jalan terbaik untuk Aceh hari ini,” tutup Illiza.
Pernyataan Walikota Banda Aceh ini mendapat perhatian luas, terutama di tengah meningkatnya partisipasi komunitas dan masyarakat yang terus menggalang bantuan untuk korban banjir, longsor, dan kerusakan infrastruktur di berbagai kabupaten/kota.(**)
Editor : Ayah Mul












