- Zulfikar, S.Pd – Chief Executive Officer of FANEWS.ID
ACEH – Dua dekade lalu, Aceh identik dengan konflik bersenjata, bencana tsunami, dan keterisolasian ekonomi. Provinsi ini menjadi sorotan dunia karena kondisi sosial-politik yang tidak stabil, bencana alam, serta keterbatasan infrastruktur. Namun, wajah Aceh kini berubah total. Aceh tampil sebagai daerah yang aman, nyaman, dan ramah bagi wisatawan serta investor. Jalan raya mulus menghubungkan kota-kota besar, pelabuhan dan bandara kembali hidup, dan masyarakat hidup damai dengan senyum tulus.
Kesepakatan damai Helsinki 2005 menjadi titik balik sejarah Aceh. Sejak saat itu, Aceh menata diri, membangun kepercayaan publik, dan memperkuat fondasi sosial-ekonomi. Pemerintah bersama masyarakat berkomitmen menjaga stabilitas sebagai landasan utama berkembangnya pariwisata halal, ekonomi kreatif, dan investasi strategis. Narasi Aceh kini bukan lagi ketakutan, melainkan ketenangan. Bukan lagi konflik, tetapi kolaborasi dan pembangunan.
Keamanan dan Stabilitas: Fondasi Pertumbuhan Aceh
Kemajuan ekonomi dan pariwisata tidak bisa lahir tanpa keamanan yang stabil. Aceh telah membuktikan bahwa stabilitas adalah modal utama pembangunan. Berdasarkan laporan Kapolda Aceh, tingkat kriminalitas menurun 23% antara 2020 hingga 2024. Pendekatan humanis aparat keamanan dan koordinasi erat antara ulama dan pemerintah daerah menciptakan iklim kondusif bagi wisatawan dan investor.
Wisatawan yang berkunjung ke Sabang, Banda Aceh, Takengon, hingga Simeulue merasakan suasana tenteram. Pendekatan keamanan Aceh berbasis nilai lokal dan syariat Islam justru memperkuat citra sebagai destinasi tertib dan ramah. Aparat keamanan tidak hanya menjaga ketertiban, tetapi juga memberikan pelayanan persuasif.
Menurut survei kepuasan wisatawan 2024 oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, lebih dari 95% wisatawan merasa aman selama berada di Aceh, dengan tingkat kenyamanan lebih tinggi dibanding beberapa destinasi lain di Sumatra dan Jawa. Ini membuktikan bahwa keamanan bukan sekadar statistik, tetapi pengalaman nyata bagi wisatawan dan investor.
Transformasi Pariwisata: Dari Konflik ke Destinasi Halal
Aceh kini menjadi destinasi unggulan di Indonesia, baik untuk wisata alam, sejarah, maupun religi. Dari laut Sabang, Danau Lut Tawar di Takengon, hingga pantai eksotis Aceh Jaya dan Simeulue, keindahan alam Aceh memikat wisatawan domestik dan mancanegara.
Menurut Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh (2024), kunjungan wisatawan 2024 mencapai 2,1 juta orang, meningkat 28% dibanding 2023. Wisatawan asing datang dari negara-negara seperti Malaysia, Singapura, Jepang, Timur Tengah, dan Australia. Hotel dan restoran kini mengusung konsep halal tourism: makanan bersertifikat halal, fasilitas ibadah, dan pelayanan ramah muslim.
Selain wisata alam, wisata sejarah dan religi berkembang pesat. Masjid Raya Baiturrahman, Museum Tsunami, dan situs peninggalan Kesultanan Aceh Darussalam menjadi magnet budaya. Festival tahunan seperti Aceh Culinary Festival dan Sabang Marine Festival menarik ribuan pengunjung setiap tahun.
Pengembangan pariwisata halal juga membuka peluang ekonomi baru. UMKM lokal kini dapat memasarkan produk makanan halal, kerajinan tangan, kopi Gayo, serta jasa wisata berbasis syariah. Aceh kini menjadi laboratorium ekonomi halal di Asia Tenggara.
Infrastruktur Modern Mendukung Investasi
Pembangunan infrastruktur menjadi fondasi utama transformasi Aceh. Beberapa proyek besar yang telah selesai atau dalam tahap pengembangan antara lain:
Jalan Tol Sigli–Banda Aceh: Mempercepat mobilitas wisatawan dan logistik, mengurangi waktu perjalanan hingga 50%.
Bandara Sultan Iskandar Muda: Dikembangkan sebagai hub internasional, mendukung rute langsung dari Malaysia, Singapura, dan Timur Tengah.
Pelabuhan Sabang: Siap melayani kapal wisata dan perdagangan internasional, menjadikan Aceh sebagai pintu gerbang barat Indonesia.
Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe dan kawasan industri Aceh Utara mendorong investasi di sektor energi, migas, dan manufaktur halal. Sistem perizinan kini lebih efisien melalui Online Single Submission (OSS), sehingga investor memperoleh kepastian hukum dan proses cepat.
Menurut DPMPTSP Aceh, Laporan Realisasi Investasi 2024, realisasi investasi mencapai Rp13 triliun, dengan sektor energi, perikanan, perkebunan, dan properti mendominasi. Investor asing dari Malaysia, Jepang, dan Timur Tengah mulai menanamkan modal, tertarik pada green economy, energi terbarukan, dan industri halal.
Keunggulan Strategis Aceh untuk Investor
Aceh memiliki keunggulan kompetitif yang jelas:
Sumber daya alam melimpah: energi terbarukan, perkebunan, perikanan, dan hasil laut.
Tenaga kerja muda, produktif, dan siap pakai.
Posisi geografis strategis di jalur pelayaran internasional Selat Malaka.
Insentif fiskal kompetitif dan promosi aktif di forum internasional, termasuk Kuala Lumpur dan Dubai.
Investasi Aceh tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga berbasis etika dan budaya lokal. Kesamaan nilai budaya dan etika bisnis dengan negara-negara Timur Tengah membuat Aceh menjadi mitra alami bagi investor asing.
Sinergi Pemerintah, Forkopimda, dan Masyarakat
Citra positif Aceh dibangun melalui kolaborasi lintas sektor:
Forkopimda dan pemerintah daerah menjaga stabilitas melalui dialog persuasif.
Pelaku usaha dan komunitas mempromosikan pariwisata halal dan budaya lokal.
Program Visit Aceh dan festival tahunan memperkuat branding Aceh sebagai destinasi aman dan nyaman.
Pemerintah juga fokus pada pengembangan ekonomi syariah: pertumbuhan bank syariah, UMKM halal, dan penyelenggaraan Aceh Islamic Expo. Pemerintah menyiapkan Halal Industrial Park untuk sektor makanan, kosmetik, dan farmasi, membuka peluang investasi jangka panjang dan berkelanjutan.
Cerita Nyata: Wisatawan dan Investor Merasakan Damai Aceh
Delegasi luar negeri dan investor mengakui Aceh damai, bersih, dan ramah. Maskapai internasional membuka kembali rute ke Banda Aceh, dan event besar menarik ribuan pengunjung sekaligus memperluas jaringan bisnis.
Wisatawan yang mengunjungi Sabang memuji kebersihan pantai dan keramahan warga. Di Banda Aceh, wisatawan dapat menikmati kopi Gayo, roti cane, dan kerajinan lokal. Di dataran tinggi Gayo, wisatawan menyaksikan harmoni alam dan budaya lokal secara langsung.
Budaya syariat yang diterapkan Aceh tidak kaku, melainkan membentuk karakter masyarakat yang sopan, bersih, dan menghargai sesama. Pengalaman berkunjung terasa tulus dan membekas.
Masa Depan Aceh: Investasi, Pariwisata, dan Ekonomi Halal
Transformasi Aceh bukan akhir perjalanan, melainkan awal babak baru. Tantangan masih ada, termasuk:
Promosi digital untuk pariwisata dan investasi.
Penguatan konektivitas dan transportasi antarwilayah.
Peningkatan kapasitas SDM pariwisata dan UMKM.
Dengan fondasi damai yang kokoh, Aceh siap menjadi bintang baru pariwisata halal dan investasi strategis di Asia Tenggara. Aman bagi wisatawan, nyaman bagi investor, dan membanggakan bagi warganya.
Data Referensi Utama
1. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh (2024)
Laporan statistik kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara, termasuk data kunjungan 2,1 juta wisatawan pada 2024, pertumbuhan sektor pariwisata halal, serta indikator kepuasan wisatawan.
2. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh, Laporan Realisasi Investasi 2024
Rincian realisasi investasi di Aceh sebesar Rp13 triliun pada 2024, sektor dominan (energi, perikanan, perkebunan, properti), serta data investor asing dan lokal.
3. Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, Statistik Pariwisata 2024
Data resmi statistik pariwisata Aceh, termasuk pertumbuhan wisatawan, lama tinggal, tujuan kunjungan, dan kontribusi sektor pariwisata terhadap PDRB Aceh.
4. Kapolda Aceh, Laporan Kriminalitas 2020–2024
Data tingkat kriminalitas, indikator keamanan masyarakat, serta tren penurunan angka kriminalitas selama lima tahun terakhir yang mendukung citra Aceh sebagai daerah aman.(**)
Editor : Ayah Mul












