ACEH TIMUR – Ribuan warga di Kabupaten Aceh Timur tengah menghadapi krisis air bersih setelah wilayah ini diterjang banjir bandang selama sepekan terakhir. Hingga Rabu (3/12/2025), para pengungsi—terutama yang berada di kawasan pedalaman—masih kesulitan mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
Di berbagai titik pengungsian, warga terpaksa memanfaatkan sumber air seadanya. Pada beberapa lokasi yang lebih ekstrem, mereka harus merebus air sungai yang keruh dan bercampur sisa banjir demi bisa bertahan hidup. Lumpur tebal yang menutup sumur-sumur warga dan merusak fasilitas umum membuat kondisi semakin kritis.
Kelangkaan air bersih ini mulai memicu masalah kesehatan, terutama pada anak-anak. Sejumlah pengungsi mengalami gatal-gatal, diare, hingga tanda-tanda dehidrasi setelah menggunakan air sungai atau air banjir untuk mandi.
Halimah, warga Gampong Beusa Meurano, Kecamatan Peureulak Barat, mengaku sudah seminggu menetap di tenda pengungsian. Rumahnya masih terendam lumpur dan belum memungkinkan untuk dihuni kembali.
“Kami sudah seminggu di sini dan belum bisa pulang. Rumah masih penuh lumpur. Kami kekurangan air bersih untuk masak, jadi harus cari cara supaya bisa dapat air layak. Air minum juga mulai berkurang,” ujarnya.
Ia menambahkan, warga kini sepenuhnya bergantung pada bantuan air minum dari pemerintah. Untuk mandi, mereka tidak punya pilihan selain menggunakan air sungai yang warnanya masih keruh akibat hantaman banjir.
“Kami berharap kondisi ini segera membaik. Bantuan pasokan air minum dan air bersih sangat kami butuhkan. Rumah kami juga rusak dihantam banjir, jadi kami menunggu bantuan perbaikan,” tambah Halimah.
Krisis air bersih ini diperkirakan akan berlanjut apabila distribusi bantuan tidak segera ditingkatkan. Pemerintah daerah diharapkan mempercepat penyaluran air bersih, memperbaiki sumber air rumah tangga yang rusak, serta menyiapkan langkah pemulihan jangka panjang untuk wilayah terdampak. (*)
Editor : Ayah Mul












