Banda Aceh – Ketua Laskar Panglima Nanggroe, Sulaiman Manaf, melontarkan pernyataan keras terkait maraknya tambang emas ilegal yang merusak hutan Aceh. Ia menuding aktivitas tambang gelap tersebut bukan lagi dijalankan rakyat kecil, melainkan dikuasai jaringan mafia dari Medan yang bergerak sistematis dengan dukungan oknum aparat penegak hukum di berbagai kecamatan.
“Ini bukan sekadar tambang liar, tapi penjarahan terorganisir terhadap kekayaan Aceh. Mafia luar daerah membawa modal, alat berat, solar, bahkan pekerja. Mereka menyetor hingga Rp30 juta per ekskavator per bulan kepada aparat, sementara rakyat Aceh hanya menanggung banjir, longsor, dan kerusakan hutan,” tegas Sulaiman, dalam keterangan rilisnya,. Senin (29/9).
Ia menilai pola setoran itu membuat hukum lumpuh. Ribuan ekskavator disebut bekerja bebas di kawasan hutan lindung, menimbulkan kerusakan lingkungan yang mengkhawatirkan. Sungai-sungai yang menjadi sumber kehidupan masyarakat pun keruh, tercemar, dan beracun akibat penggunaan merkuri.
“Setiap kecamatan seolah punya tambang gelap yang dilindungi ‘uang aman’. Negara rugi ratusan miliar rupiah, emas dibawa lari ke Medan, sementara Aceh tinggal lubang besar dan lumpur,” ujarnya.
Menurut Sulaiman, keberadaan “panitia lobang” di tingkat desa dan kecamatan menjadi penghubung antara mafia luar daerah dengan oknum aparat. Mekanisme ini membuat aliran dana hasil tambang ilegal terus masuk ke kantong mafia dan aparat nakal, bukan ke kas daerah.
Laskar Panglima Nanggroe, kata dia, menyerukan masyarakat bersama Komite Peralihan Aceh (KPA) untuk bangkit melawan penjarahan tersebut. “Kekayaan alam Aceh bukan untuk dirampok mafia. Kami mendorong KPA, masyarakat adat, dan semua elemen rakyat bergerak. Jangan biarkan hutan kita dihancurkan dan emas kita dijual murah ke luar,” serunya.
Ia juga mendesak pemerintah pusat dan aparat hukum nasional menindaklanjuti dugaan setoran hingga Rp360 miliar per tahun dari tambang ilegal di Aceh. “Jika praktik mafia ini dibiarkan, yang runtuh bukan hanya hutan, tapi juga wibawa hukum dan martabat Aceh,” tegas Sulaiman.
“Kalau hukum sudah jadi komoditas, apa lagi yang tersisa bagi rakyat? Jangan tunggu Aceh jadi gurun. Kami siap berdiri di barisan terdepan melawan mafia tambang dan kaki tangannya,” pungkasnya.
Editor : Ayah Mul