Drs. H. Rachmat Fitri HD, MPA Pendiri Yayasan Tuah Singkil Raya,
SINGKIL (fanews.id) — memiliki sejarah panjang, baik sebagai tempat strategis dalam perdagangan maupun pusat penyebaran agama Islam di Nusantara. Beberapa abad sebelum Sriwijaya berjaya, tanah Singkil sudah menjadi primadona para pedagang dari Cina, India, Arab, Melayu, dan daerah lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tidak dapat dipungkiri bahwa Singkil ikut berkembang bersama Barus, menjadi dua kota pelabuhan dengan kesibukan berbeda. Tak disangkal pula bahwa Singkil dan Barus menjadi daerah pertama di Indonesia yang mendapat pengaruh dakwah Islam.
Sejarah ini pula membuat Yayasan Tuah Singkil Raya bertekad untuk mendirikan Dayah Modern Vokasi di sana. Sebab, komunitas muslim pertama terdapat di kedua daerah ini, yang ditandai dengan peninggalan beberapa situs arkeologis berupa beberapa makam muslim di Barus.
Seiring berjalannya waktu, Barus berangsur tenggelam akibat masalah politis para penguasa setempat. Sementara itu, Singkil tetap berjalan stabil sebagai pusat perdagangan sekaligus pusat tumbuhnya agama Islam. Tradisi keislaman di tanah Singkil terjaga dengan baik.
“Para saudagar pun banyak berdatangan, sebagian dari mereka menetap di tanah Singkil, menjadikan kota ini kian diminati para niagawan. Tak mengherankan pula jika beberapa ulama besar terlahir di tanah Singkil, antara lain Syekh Hamzah Fansuri dan Syekh Abdurrauf As-Singkili (Syekh Syah Kuala),” ujar Pendiri Yayasan Tuah Singkil Raya, Drs. H. Rachmat Fitri HD, MPA, yang juga menjabat Kepala Dinas Pendidikan Aceh didampingi Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Subulussalam-Singkil, Dr. Asbaruddin, S.T.P. MM.M.Eng, Minggu (11/10/2020).
Menurut Haji Nanda===sapaan akrab Rachmat Fitri, kebesaran nama dua ulama ini tidak hanya dirasakan masyarakat Aceh saja, namun meluas hingga ke negeri-negeri jauh. Sejarah mencatat bahwa dua ulama terbesar Aceh yang sering diperbincangkan saat ini adalah Syekh Hamzah Fansuri dan Syekh Abdurrauf As-Singkili, dua putra daerah Singkil.
“Tak berlebihan jika tanah Singkil disebut sebagai tanah bertuah, yakni tanah yang memiliki tuah spiritual islami,” tuturnya.
Ia mengatakan, kejayaan Singkil masih terasa gaungnya sampai akhir abad ke-17, sampai akhirnya perlahan menyurut karena tidak ada penerus yang memadai bagi dua ulama masyhur tersebut.
“Singkil, tanah bertuah itu memang masih menjadi sebuah daerah islami dengan berada di bawah kendali Kasultanan Aceh. Namun pada akhirnya nasib tanah Singkil ikut suram seiring dengan masuknya kolonialis Belanda. Singkil kian terpuruk dalam kuasa penjajah,” imbuhnya.
Tanah Singkil yang besar kian terabaikan, menjadi wilayah administratif setingkat kecamatan saja. Pun ketika kolonialisme berakhir dan Aceh (termasuk Singkil) menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Kondisi dan nasib tanah bertuah ini masih belum beranjak menuju kejayaan sebagaimana pernah diraih pada masa silam. Tahun 1999 menjadi tonggak harapan untuk mewujudkan Singkil sebagai daerah yang makmur dan islami, maju dalam pendidikan dan keagamaan,” kata Haji Nanda.
Ini adalah tahun di mana Singkil memekarkan diri menjadi sebuah kabupaten bernama Aceh Singkil. Berlanjut pada tahun 2007, di mana Kabupaten Aceh Singkil dimekarkan lagi menjadi dua daerah Tingkat Dua, yakni Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam.
“Pelan namun pasti, harapan kejayaan itu makin membuncah meskipun masih membutuhkan kerja keras untuk mewujudkannya. Satu kabupaten dan satu kota yang memiliki akar budaya sama, kini hidup berdampingan di tanah Singkil,” sambungnya.
Keduanya menjalani sinergi demi terwujudnya cita-cita bersama, yakni menciptakan masyarakat madani, sejahtera, berpendidikan, dan tata hidup islami. “Inilah Singkil Raya, tanah bertuah yang tengah berlari menuju kejayaan sebagaimana pernah diraih di masa silam,” terang Rachmat Fitri HD, MPA.
Sebagai salah satu provinsi di Tanah Air, Aceh mendapatkan keistimewaan dalam hal, penyelenggaraan kehidupan beragama, penyelenggaraan kehidupan adat, penyelenggaraan pendidikan, peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah.
Atas dasar ini, Singkil Raya sebagai bagian dari wilayan otonomi khusus Aceh juga mendapatkan keistimewaan dalam keempat kebijakan di atas. Masyarakat Singkil berhak untuk menerapkan syariat Islam, menjalankan program pendidikan berbasis agama, berhak menjalankan tradisi sesuai akar sejarahnya, juga berhak menempatkan para ulama sebagai mitra dalam penentuan kebijakan pemerintahan.
Keberadaan Yayasan Tuah Singkil Raya menjadi jawaban atas keistimewaan daerah Aceh (termasuk Singkil), dimana yayasan ini akan berperan aktif dalam mewujudkan tata kelola masyarakat yang agamis, berpendidikan, berpegang pada nilai-nilai lokal, serta kebijakan Pemerintah yang memihak rakyat dan sesuai nilai-nilai islami.
“Yayasan ini akan menjadi salah satu pilar dalam menjalankan sinergi bersama Pemerintah Daerah untuk merealisasikan masyarakat yang sejahtera, berkeadilan sosial, serta mampu beradaptasi dengan kemajuan teknologi, di mana saat ini sudah memasuki zaman millenial atau zaman industri 4.0,” urainya.
Masih kata Rachmat Fitri, dalam memulai langkah perannya Yayasan Tuah Singkil Raya melakukan pemberdaryaan dan pemugaran pada lahan seluas 17 hektare lebih, beralamatkan Desa Ketapang Indah, Kecamatan Singkil Utara, Sebuah lokasi yang pernah dibangun beberapa sarana pendidikan oleh Pemerintahan Aceh pada tahun 2010 silam, terdapat sebuah Mesjid, Ruang Kelas Belajar, Ruang Kantor dan Rumah Guru.
“Sejatinya, pembangunan tersebut dicanangkan akan menjadi lembaga pendidikan internasional, rencana sekolah bertaraf internasional (RSBI), sebuah harapan pada pemerintahan Bupati saat dijabat Alm.H.Makmur Syahputra, Aceh Singkil memiliki sebuah sekolah yang menjadi central pendidikan, namun harapan itu belum terwujudkan, seluruh bangunan gedung dan lahan terbengkalai tidak terurus sejak masa pembangunan berakhir.
Yayasan Tuah Singkil Raya berkhidmah untuk melakukan pemberdayaan dan pemugaran lokasi tersebut bersamaan dengan sarana yang terdapat didalamnya, meneruskan harapan Bapak Alm.H.Makmur Syahputra, nantinya lokasi dan sarana tersebut akan menjadi Sekolah Berbasis Pesantren atau Pesantren Vokasi, konsep pendidikan berbasi pesantren merupakan wadah pendidikan yang dibutuhkan masyarakat pada dewasa ini dalam menghadapi tantangan global dan pendidikan karakter.
Sebuah lokasi yang strategis dan kondusif, tidak berdekatan dengan pusat keramaian, berdampingan dengan komplek militer KODIM 0109 Aceh Singkil dan memiliki lahan yang luas, Yayasan Tuah Singkil Raya mendapati keyakinan akan mendirikan sebuah lembaga pendidikan pada tingkat SMA/SMK sederajat.
“Sejalan dengan konsep vokasi yang menunjang pada penguasaan keahlian dan bakat peserta didik, memberikan edukasi untuk memudahkan peserta didik diterima dalam lingkungan kerja masyarakat atau menciptakan lapangan kerja bersamaan dengannya penguatan karakter islami,” katanya lagi.
Dalam proses mencapai tujuan dan harapan, Yayasan Tuah Singkil Raya memiliki komitmen kuat pada mengembalikan kiprah Syaikh Abdurrauf As-Singkily dan Syaikh Hamzah Al-Fansuri, peran Yayasan Tuah Singkil Raya melakukan pendalaman dan pengkajian karya kedua kedua tokoh ulama ini, karya yang dikenal seantero dunia dan dipelajari di berbagai lembaga pendidikan islam dan perguran tinggi di di Timur Tengah.
Salah satu upaya Yayasan Tuah Singkil Raya mengagas pendidikan yang berlokasi di Singkil Utara ini adalah menjadi pusat pengkajian Ilmu Falak (Astronomi) di Provinsi Aceh. Ilmu Falak (Astronomi) sebagai cabang ilmu yang mengkaji tentang benda-benda langit sangat terkait erat dengan ibadah umat Islam, yaitu terkait penentuan arah kiblat, waktu-waktu shalat, penentuan kapan dan dimana terjadinya gerhana, dan yang paling utama adalah penentuan awal puasa dan hari raya. Untuk yang terakhir ini merupakan persoalan yang terus muncul setiap tahunnya di tanah air.
Karena itu, gagasan membangun dan mengembangkan Yayasan Tuah Singkil Raya ini diyakini bisa mengembalikan kiprah Singkil sebagai sentral pendidikan yang ada di Provinsi Aceh. Sebab sejauh ini, berdasarkan pergerakan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada di Wilayah Aceh belum ditemukan keseriusan dalam mengkaji karya hebat dari ulama ini, begitpula pada Pemerintahan Negara belum ada perhatian khusus, sementara di luar negeri karya ini sangat dianggap berharga dan patut dipelajari.
“Itu sebabnya, dalam andil mewujudkan tujuan, harapan dan gagasan, Yayasan Tuah Singkil Raya mengharapkan dukungan dan partisipasi Pemerintah, Tokoh Agama dan segenap lapisan masyarakat. Hal ini merupakan cita-cita besar dan dibutuhkan kerjasama serta kepedulian bersama,” tambahnya. [adv]