Kondisi Proyek Pengendalian Banjir Bernilai Rp11 Miliar Lebih Ambruk di Aceh Utara. Foto: Sarina.
ACEH UTARA – Sekretaris Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Teungku Zulfadli menilai ambruknya pengendali banjir Sungai Krueng Buloh Kecamatan Kutamakmur, Kabupaten Aceh Utara disebabkan buruknya kualitas konstruksi serta lemahnya pengawasan konsultan dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).
“Kita sangat menyayangkan, pengendali banjir yang menelan Rp11 miliar lebih ambruk usai dibangun,” katanya kepada Media, Sabtu (2/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Baca juga: Pengendali Banjir Ambruk, Inspektorat Aceh: Semua Pihak Harus Bertanggungjawab
Menurut Teungku Zulfadli, untuk apa anggaran bangunan pengendali banjir memakan uang sebesar itu, jika belum apa-apa sudah ambruk. Seharusnya, yang namanya pengendali banjir, jangankan arus air biasa, ketika dihantam banjir pun tetap kokoh dan harus kuat.
“Saya duga ini disebabkan oleh kualitas konstruksi yang tidak sesuai spek, selain itu, pengawasan yang lemah baik oleh konsultan pengawas maupun PPTK,” ujarnya.
Atas kejadian ini, sambung Zulfadli, Dia meminta kepada Inspektorat Aceh agar melakukan audit kualitas dan penyebab ambruknya pengendali banjir tersebut.
“Saya minta Inspektur Aceh, agar melakukan audit kualitas dan penyebab ambruknya pengendali bankir tersebut,“ ungkapnya.
Lanjut Zulfadli, jika ada indikasi kerugian negara, maka dirinya meminta Inspektur melalui Kepala Pemerintahan Aceh agar meneruskan hal ini ke aparat penegak hukum, untuk dilakukan proses penyelidikan dan penyidikan.
Sebelumnya diberitakan, dilansir AJNN dari https://lpse.acehprov.go.id/ proyek tersebut dimenangkan oleh PT Amar Jaya Pratama Group, dengan nilai Pagu Rp 11.329.848.200,00 serta nilai HPS Rp 11.329.350.219,23.
Proyek dengan satuan kerja Dinas Pengairan Aceh, berkategori pekerjaan konstruksi, memiliki nilai penawaran Rp 10.407.801.812,30, harga terkoreksi Rp 10.407.801.812,30 dan harga hasil negosiasi Rp 10.407.801.812,30.
Tokoh Masyarakat Kuta Makmur, Jailani ZK kepada AJNN mengatakan, bangunan tersebut baru tiga bulan selesai dilaksanakan, dan sekarang sudah rusak parah, bahkan tebingnya patah sebagian amblas ke sungai lebih kurang sekitar 10 meter lebih.
Menurutnya, kerusakan yang timbul itu tidak ada hubungan dengan air dari sungai, namun air curah hujan yang tinggi dan tanah timbun labil belum padat, maka tebing tersebut tidak mampu menahan beban.
“Saya perhatikan kalau dari teknis memang tidak begitu paham, namun kondisi dilapangan bisa dilihat banyak yang patah dan retak, dan pembesiannya juga kurang maksimal,” kata mantan anggota DPRK Aceh Utara itu, Minggu (2/1).
***Parlementerial***