ACEH TENGAH (fanews.id) — Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), melaksanakan Kunjungan Kerja (Kunker) ke dataran tinggi Gayo.
Kunker dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi II Kartini Ibrahim (Gerindra) dan turut serta H.Ismail A Jalil (PA); Yahdi Hasan (PA); Muhammad Rezeki (Golkar); Rijaludin (PKB); Muhammad Ridwan (PDIP).
Dalam kunjungan itu, para anggota dewan ini mengunjungi Dinas Ketahanan Pangan dan Dinas Pertanian di dua kabupaten tersebut untuk memantau kesiapan ketahanan pangan di tengah pandemi Covid 19.
Sekretaris Fraksi Partai Aceh sekaligus anggota Komisi II DPRA, Yahdi Hasan mengatakan kunjungan itu merupakan agenda Komisi II yang membidangi ketahanan pangan dan pertanian.
“Tetapi agenda kali ini kita khususkan ke Dinas Ketahanan Pangan dan Dinas Pertanian Pemerintah Aceh Tengah dan Pemerintah Bener Meriah,” kata Yahdi, Kamis (18/6/2020).
Dua jajaran di Pemerintah Kabupaten tersebut, kata Yahdi, sangat antusias menyambut kunker Komisi II DPRA untuk memantau stok pangan.
Dalam kunjungan itu, sambunya, dewan mendorong dinas pertanian untuk menghasilkan produk-produk yang unggul di dua daerah pemerintahan itu, seperti kopi, cabe, tomat, kedelai dan sayur-sayuran.
“Semoga dengan adanya agenda kunker Komisi II DPRA ke Pemerintah Aceh Tengah dan Bener Meriah, dapat menjadi motivasi bagi petani-petani lokal di daerah tersebut,” harapnya.
Sementara itu, saat mendampingi rombongan Komisi II DPRA, Kadis Pertanian Aceh Tengah, Nasrun Liwanza mennyampaikan sejumlah keluhan dan kendala yang dihadapi petani kopi di sana.
Nasrun memaparkan beberapa penyebab menurunnya produksi dan kualitas kopi di Kabupaten Aceh Tengah. Menurut Nasrun, menurunnya produksi kopi disebabkan terlambatnya rehabilitasi kebun kopi dan adanya penyakit jamur akar putih yang menyerang tanaman kopi milik petani.
“Saat ini luas kebun kopi di Aceh Tengah 49.250 hektar, hasil per hektarnya rata-rata 750 kilogram. Jumlah ini berada jauh di bawah kondisi ideal, normalnya hasil kopi per hektar itu 1,5 sampai 2 ton,” ungkap Nasrun.
Selain itu menurunnya kesuburan tanah juga menjadi penyebab menurunnya produksi kopi. “Penyebab lain adalah petani tidak memberdayakan pupuk organik yang bersumber dari kulit dan ampas kopi,” kata Kadis.
Seharusnya, kata Nasrun petani kopi hanya membawa biji kopi yang sudah diolah dari kebun namun saat ini hal itu belum bisa dilakukan karena keterbatasan mesin pulper atau mesin gelondong kopi.
“Petani disini masih belum memiliki mesin pulper seharusnya setiap petani minimal memiliki satu mesin pulper. Kalau ada mesin pulper kulit dan ampas kopi bisa dijadikan pupuk organik di kebun,” kata Nasrun kepada anggota DPRA.
Masih terbatasnya mesin pulper di tingkat petani membuat petani cendrung menjual hasil panennya secara gelondongan,
“Tidak bisa dimamfaatkannya kulit dan ampas kopi membuat petani mengalami kerugian 25 ribu per kaleng atau 10 bambunya.”
Selain menurunnya hasil produksi, kendala yang dihadapi petani adalah menurunnya kualitas kopi karena tidak didukung dengan perelatan yang memadai dalam proses pengelohannya.
“Salah satu penyebab menurunnya kualitas kopi adalah kurangnya sarana jemur sehingga petani terpaksa menjemur biji kopi mereka di aspal atau di halaman rumah mengakibatkan aroma kopi terkontaminasi dengan aroma sekitarnya,” papar Nasrun Liwanza.
Sementara itu, anggota Komisi II DPRA, Muhammad Ridwan mengatakan pihaknya telah menerima masukan dan kendala yang dihadapi petani kopi. Politisi PDI Perjuangan itu menagatakan pihaknya akan memperjuangkan aspirasi petani kopi untuk mendorong pertumbahan laju ekonomi di Aceh Tengah.
“Kita minta kepada Kadis Pertanian agar segara membuat usualan kepada Pemerintah Aceh untuk pengadaan mesin pulper, pengadaan alat jemur seperti diamond pres dan mengalokasikan dana untuk peremajaan kebun kopi,” ujar Ridwan.
Selain itu Ridwan berharap DPRK dan Bupati Aceh Tengah segera melakukan revisi qanun Rancana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
“Saat ini jumlah populasi penduduk dan wilayah pertanian di Aceh Tengah sudah tidak berimbang sehingga perlu segera dilakukan perubahan RTRW, perubahan ini diharapkan bisa mencegah terjadi perambahan hutan secara illegal,” harap Ridwan.
“Kita juga meminta kepada Dinas Pertanian untuk membuat pemetaan kondisi dan potensi lahan. Misalnya pada ketinggian dan kemirigan tertentu apa tanaman yang sesuai sehingga tidak salah peruntukan,” tutup Muhammad Ridwan.(ADV)