FANEWS – Menteri Keuangan, Sri Mulyani, secara tak langsung mengakui masih membuka peluang adanya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) Tahun Anggaran 2025. Hal ini sejalan dengan adanya klausul yang memungkinkan pemerintah melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap APBN.
“Baik perubahan karena adanya K/L (Kementerian/Lembaga) yang baru dalam hal ini, maupun kalau ada terjadi perubahan dari sisi program. Tentunya kita tetap akan yang berkaitan dengan DPR juga akan dilakukan,” jelas dia dalam Konferensi Pers APBN Kita November 2024, di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (8/11/2024).
Meski begitu, saat ini pihaknya tengah fokus untuk melaksanakan Undang-Undang APBN 2025, salah satunya adalah dengan merancang Peraturan Presiden (Perpres) terkait Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), yang mana anggarannya akan segera diserahkan pada awal Desember 2024. Dengan begitu, Perpres terkait DIPA pun seharusnya dapat diterbitkan pada akhir November 2024.
“Jadi dalam 3 minggu ke depan, kita akan sangat-sangat sibuk untuk bekerja bersama seluruh Kementerian, Lembaga, dan Bappenas untuk bisa menerjemahkan APBN 2025 dalam bentuk dokumen Perpres rincian daftar dari perincian anggaran per kementerian/lembaga,” terangnya.
“Kemudian untuk berbagai mekanisme gaji dan yang lain-lain. Itu kita selesaikan. Jadi tetap itu adalah di dalam APBN tidak perlu melakukan APBN perubahan,” tegas Sri Mulyani.
Tidak hanya itu, belum perlunya APBNP untuk saat ini ialah karena dalam penyusunan APBN Tahun Anggaran 2025 telah dikonsultasikan dengan Presiden Prabowo Subianto yang pada saat itu masih berstatus sebagai Calon Presiden sekaligus Menteri Pertahanan. Dengan konsultasi tersebut menjadikan program-program prioritas nasional telah terakomodasi di dalam APBN 2025.
Meski begitu, dalam banyak kesempatan Prabowo juga terus berpesan kepada seluruh K/L untuk dapat efisien dalam menggunakan anggaran negara. Ini mengingat banyaknya program prioritas nasional dengan anggaran jumbo sekaligus juga jumlah kementerian di Kabinet Merah Putih yang kini bertambah menjadi 48 kementerian.
“Terutama dengan berbagai feedback mengenai efisiensi, itu ditunjukkan dengan ICORE (Incremental Capital Output Ratio) yang tinggi, kemudian kebocoran, maupun korupsi. Ini harus ditangani oleh seluruh Kementerian dan Lembaga,” sambung Bendahara Negara tersebut.
Perlu diketahui, ICOR merupakan rasio yang menunjukkan efisiensi investasi suatu negara dalam menghasilkan output ekonomi. Tidak hanya itu, ICOR juga bisa menjadi salah satu indikasi Kementerian/Lembaga bekerja dengan efektif dan efisien.
Karena itu, semakin rendah nilai ICOR, maka investasi yang dikeluarkan lebih efisien dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.
“Oleh karena itu, kalau akan dilakukan review terhadap APBN, adalah lebih pada menekankan tadi direction dari Bapak Presiden Prabowo,” tutup Sri Mulyani.(red/tirto)