FANEWS – Tragis. Kata itulah yang sesuai untuk menggambarkan peristiwa pembunuhan dan pemerkosaan seorang perempuan berinisial PRA (19) oleh AP (18), AT (18), dan LI (32) pada Senin (10/2/2025) di Jombang. Peristiwa itu bermula ketika PRA berpamitan pada ayahnya untuk membeli barang secara COD (Cash On Delivery) dengan orang lain pada sore hari. Ia pun keluar rumah dengan mengendarai sebuah sepeda motor Honda Vario dan tak lupa pula membawa ponsel.
Ayahnya tak tahu bahwa COD barang itu hanyalah alasan agar PRA bisa menemui AP yang merupakan pacarnya. Mereka bertemu di depan SDN Mojowangi yang terletak di Kecamatan Mojowano, Jombang. Selepas itu, AP mengajak PRA nongkrong di salah satu tempat kopian yang terletak di Kecamatan Perak.
Setelah berbicang ngalor-ngidul, AP kemudian mengajak PRA untuk pergi ke rumah temannya, AT di Kemacatan Kunjang, Kediri. Ketika sampai di rumah itu, ada AT dan juga temannya, LI.
Mereka bertiga rupanya berniat merampas sepeda motor dan ponsel yang dimiliki oleh PRA. PRA sendiri tak tahu bahwa pacarnya dan kedua temannya itu memiliki niat jahat seperti itu. Karena tak mungkin langsung merampas kedua barang itu dengan membabi-buta, mereka pun berniat membuat PRA tak berdaya. Untuk itu, mereka membeli miras yang nantinya akan dicekoki pada PRA.
Namun, mereka pun turut menenggak miras itu yang membuatnya menjadi hilang akal. Hingga kemudian niat jahat lain merasuk di kepala mereka. Niat jahat itu ialah memperkosa PRA. Dipicu oleh niat bejat tersebut, mereka kemudian membawa PRA ke salah satu sawah yang terletak di Desa Godong, Kecamatan Gudo, Jombang. Di tempat itulah, mereka memperkosa PRA secara bergilir.
Karena PRA melakukan perlawanan, mereka memukulinya dengan benda tumpul, sehingga mengakibatkan ia mengalami pendarahan di perut dan luka di keningnya.
Selepas melakukan aksi keji itu, mereka membuang PRA—dengan kondisi masih hidup—ke sungai di Desa Tugu, Kecamatan Purwoasri, Kediri. Tujuannya adalah untuk menghilangkan jejak kejahatan mereka. Sesudah itu, mereka mengambil sepeda motor dan ponselnya.
PRA kemudian ditemukan dalam keadaan tak bernyawa keesokan harinya, tepatnya pada Selasa (11/2/2025) di Kanal Turi Tunggorono, Dusun Peluk, Desa Pacar Peluk, Kecamatan Megaluh, Jombang pada pukul 06.00 WIB. Lusa kemudian, tepatnya pada Rabu (12/2/2025), tim dari Satreskim Polres Jombang berhasil meringkus AP, AT, dan LI. Mereka dijerat dengan pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana atau pasal 339 atau pasal 338 KUHP dengan ancaman hukuman seumur hidup atau penjara selama 20 tahun.
Kendati demikian, bagi Ana Abdillah, Direktur Women Crisis Center (WCC) Jombang, kasus PRA tersebut tak bisa dikatakan selesai. Sebabnya, kasus PRA adalah puncak es dari rentetan kasus terhadap perempuan yang selama ini terjadi di Jombang.
“Sebelum kasus PRA ini, ada kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh 7 pemuda terhadap siswi SMA yang berusia 16 tahun pada Selasa (6/2/2025). Selang beberapa hari setelah kasus PRA ini, juga ada kasus pemerkosaan yang dilakukan dua pemuda kepada anak perempuan yang masih kelas 5 SD,” kata Ana ketika dihubungi oleh Kontributor Tirto pada Selasa (11/3/2025).
Kasus PRA adalah Kasus Femisida
Klaim Ana tersebut bukanlah tanpa alasan. WCC Jombang mencatat bahwa sepanjang 3 tahun terakhir telah terjadi berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan. Kasus Kekerasan Seksual (KS), misalnya, WCC Jombang memperoleh pengaduan sebanyak 46 kasus pada 2022, 49 kasus pada 2023, dan 55 kasus pada 2025.
Hal yang sama juga terjadi pada kasus Pidana Umum (PIDUM) yang terus menggunung dari 1 kasus pada 2022 menjadi 3 kasus pada 2023 dan menjadi 6 kasus pada 2024.
Agak berbeda, dalam kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), WCC Jombang memperoleh pengaduan sebanyak 38 kasus pada 2022 dan turun menjadi 34 kasus pada 2023. Namun demikian, pada 2024, KDRT melonjak drastis menjadi 55 kasus.
Untungnya, pada kasus perdagangan orang (human traficking), jumlahnya hanya sedikit dari 1 kasus pada 2022 menjadi 2 kasus pada 2023 dan kembali turun menjadi 1 kasus pada 2024.
Kendati demikian, bila ditotalkan setiap tahun dalam kurun waktu tersebut, kasus kekerasan terhadap perempuan di Jombang justru kian suram, dari 86 kasus pada 2022, 86 kasus pada 2023 menjadi 112 kasus pada 2024.
“Inilah mengapa Jombang sekarang sedang darurat aman bagi perempuan,” tegas Ana.
Namun demikian, pada PRA, Ana menganggap bahwa kasus kekerasan yang dialami jauh lebih parah. Ana menyebutnya sebagai kasus kekerasan berbasis gender yang paling ekstrem atau jamak dikenal dengan femisida. Sebabnya, PRA mengalami kekerasan yang berlapis-lapis dari kekerasan seksual, penganiayaan, dan pembunuhan.
“Sebelumnya, kasus pembunuhan terhadap perempuan yang terjadi di Jombang umumnya adalah aborsi tidak aman dan pembuangan bayi. Hanya saja, kami belum melakukan pencatatan khusus soal kasus femisida ini di Jombang,” akunya.(red)