FANEWS.ID – Direktur Utama Dana Pensiun Bukit Asam (DPBA) periode 2013-2018, Zulheri, didakwa telah melakukan korupsi pada pengelolaan DPBA tahun 2013-2018. Zulheri disebut telah merugikan negara hingga senilai Rp234,5 miliar.
“Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dianggap suatu perbuatan yang berlanjut secara melawan hukum,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Arif Darmawan saat membacakan surat dakwaan terhadap Zulheri di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (30/9/2024).
Zulheri disebut telah melakukan penyelewengan dana pensiun bersama dengan lima terdakwa lainnya, yakni Direktur Investasi dan Pengembangan DPBA tahun 2014-2018, Muhammad Syafaat; Komisaris PT Strategic Management Services (SMS), Danny Boestamy; pemilik PT Millenium Capital Manajement (MCM), Angie Christina; Konsultan Keuangan PT Ratu Prabu Energy Tbk, Romi Hafnur; serta perantara saham atau broker Sutedy Alwan Anis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
JPU Arif menyebut bahwa perkara ini bermula saat Zulheri dan Syafaat melakukan investasi reksa dana dan saham tanpa melakukan analisis data-data yang obyektif, tidak transparan dan tidak akuntabel, juga tanpa adanya usulan dan putusan investasi yang dituangkan dalam bentuk Memorandum Analisa Investasi.
“Terdakwa Zulheri bersama dengan Muhammad Syafaat telah melakukan kesepakatan dalam pengelolaan investasi reksa dana dan saham yang tidak transparan dan tidak akuntabel dengan Angie Chiristina, Danny Boestami alias SE, Sutedy Alwan Anis, dan Romi Hafnur untuk mengatur transaksi penempatan reksa dana dan saham,” ujar JPU.
Arif juga mengatakan bahwa Zulheri bersama dengan Syafaat telah melakukan pembelian reksa dana yang dikelola oleh manajer investasi dari PT Milenium Capital Management dengan janji imbal hasil dari Angie dengan syarat diikat waktu tertentu untuk diperjualbelikan, dan instrumen keuangan yang dikendalikan oleh Angie.
“Pada akhirnya, tidak memberikan keuntungan investasi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan likuiditas guna menunjang kegiatan operasional DPBA,” tutur Arif.
Selain itu, JPU Arif menyebut bahwa Zulheri bersama dengan Syafaat tanpa menilai hasil analisis, melakukan pembelian saham LCGP dengan janji imbal hasil dari Boestami bersama dengan Sutedy.
“Danny Boestami bersama dengan Sutedy Alwan Anis melakukan upaya pembentukan harga saham LCGP dengan tujuan mengintervensi harga yang pada akhirnya tidak memberikan keuntungan investasi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan likuiditas guna menunjang kegiatan operasional DPBA,” lanjut JPU Arif.
Kemudian, Zulheri bersama Syafaat dengan tanpa menilai hasil analisis, membeli saham ARTI, dengan janji imbal hasil yang diberikan oleh Burhanuddin Bur Maras, selaku Direktur Utama PT Ratu Prabu Energy.
“Melakukan pembelian kembali dengan syarat diikat dalam waktu tertentu untuk tidak diperjualbelikan, padahal diketahui bahwa pembelian saham tersebut merupakan saham berisiko lalu Romi Hafnur melakukan upaya pembentukan harga saham dengan tujuan mengintervensi harga yang pada akhirnya tidak memberikan keuntungan investasi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan likuiditas guna menunjang kegiatan operasional DPBA,” pungkas Arif.
Selanjutnya, Zulheri disebut bersama dengan Sutedy telah membuat surat tagihan utang palsu kepada DPBA atas transaksi penempatan saham dalam pengelolaan investasi saham DPBA.
“Terdakwa Zulheri dan Muhammad Syafaat telah menerima uang dari pihak Danny Boestami, Sutedy Alwan Anis, dan Roni Hafnur,” tambahnya.
Atas perbuatannya, keenam terdakwa terancam pidana sesuai Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Lebih lanjut, keenam terdakwa tersebut didakwa telah merugikan negara sebesar Rp234.506.677.586 atau Rp234,5 miliar atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut sesuai dengan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara.(red/tirto)